AWAS, DIABETES MENGANCAM ANAK-ANAK
Diabetes bukan lagi Monopoli orang dewasa. Anak-anak pun kini mulai terancam. Jangan biarkan anak anda jadi korban.
DUA TIPE DIABETES
Diabetes Melitus adalah suatu kondisi ketika tubuh tak bisa lagi mengendalikan kadar gula didalam darah (glukosa). Normalnya, kadar glukosa ini antara 60-120 mg/dl. Glukosa sebenarnya berperan penting bagi tubuh manusia. Glukosa merupakan hasil penyerapan makanan oleh tubuh, yang kemudian menjadi sumber energi, dengan bantuan pembakaran oksigen. Tapi pada penderita DM, kadar glukosa ini terus meningkat, sehingga terjadi penumpukan glukosa.
"Ketika gula didalam darah ini menumpuk, darah akan menjadi kental dan alirannya melambat. Keadaan ini akan mengganggu pasokan oksigen yang dibawa oleh darah. Nah, akibat kekurangan oksigen, tubuh tak bisa membakar energi, sehingga badan pun menjadi lemas, sakit kepala, kerja jantung terganggu, dan mood berubah. Dalam jangka panjang, jika jaringan terus-menerus tidak mendapatkan oksigen, tubuh akan lumpuh. Inilah yang akan menimbulkan komplikasi, seperti luka sulit sembuh yang beresiko amputasi, kebutaan, atau gagal ginjal," ujar dr. Bambang Tridjaja SpA(K), spesialis endokrinologi dan ketua Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar).
Sementara, sisa glukosa yang menumpuk dan tidak dimanfaatkan ini akan dibuang tubuh melalui urine. Karena berkadar gula tinggi, tak mengherankan urine ini menarik semut. Karenanya, DM sering disebut juga kencing manis.
Mengapa pengaturan glukosa ini tak terkendali? Penyebabnya karena terjadi gangguan pada kelenjar pankreas. Pada pankreas terdapat sel kecil khusus yang dinamakan sel beta atau dikenal juga sebagai 'pulau-pulau Langerhans', yang menghasilkan hormon insulin. Hormon inilah yang menjadi kunci pengatur pengiriman glukosa ke seluruh tubuh.
Jika dilihat dari ketergantungannya pada insulin, ada dua jenis DM, yakni:
TIPE I (INSULIN-DEPENDENT)
Seseorang
dikatakan menderita DM Tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Melitus),
jika tubuh memerlukan pasokan insulin dari luar sepenuhnya. Penyebab
keadaan ini adalah sel-sel beta pada pankreas mengalami kerusakan,
sehingga pankreas berhenti memproduksi insulin. Penderita DM TIpe 1 ini,
selain sudah memiliki bakat (faktor genetis), biasanya juga karena ada
faktor pencetusnya. Namun, faktor pencetus ini hingga kini belum
diketahui pasti. Dulu, orang mencurigai kerusakan ini disebabkan oleh
adanya virus gondongan, atau akibat protein susu sapi. Tapi asumsi ini
ternyata tak terbukti di setiap negara. DI Jakarta, jumlah kasus DM Tipe
1 paling banyak 4 kasus per tahun. Tapi pada periode 2003-2004 sempat
melonjak menjadi 23 kasus.
"Ada
dua kemungkinan, Pertama, kasusnya mungkin tidak meningkat, hanya
terangkat karena para dokter mulai memerhatikan kasus ini. Kemungkinan
kedua, peningkatan ini berhubungan dengan virus hand, foot and mouth
yang sempat berjangkit sebelumnya. Sayangnya, penelitiannya mahal,
padahal virus itu diyakini sebagai penyebab terjadinya DM Tipe 1,"
ungkap dr. Bambang.
DM TIpe 1 muncul tiba-tiba pada masa anak-anak (dibawah usia 20 tahun), dengan gejala antara lain:
- berat badan menurun tanpa sebab jelas
- kelelahan terus menerus
- sering buang air kecil
- sering merasa lapar dan haus
TIPE II (NON INSULIN-DEPENDENT)
DM Tipe II (Non Insulin-Dependent Diabetes Melitus) ini terjadi jika pasokan insulin dari pankreas tidak mencukupi, atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin. Akibatnya, terjadi gangguan pengiriman glukosa ke seluruh sel tubuh. Hampir 90% dari kasus DM adalah tipe ini, namun penderitanya tidak setiap hari tergantung pada pasokan insulin. Faktor kelebihan berat badan dan kurang berolahraga ditengarai sebagai penyebab terjadinya DM TIpe II.
Umumnya, penderita tak menyadari datangnya penyakit ini. Apalagi DM Tipe II nyaris tanpa gejala. Gejala awalnya paling-paling berupa keluhan ringan, seperti sering kesemutan atau sakit kepala. Hingga tahap yang jelas (sudah positif terkena DM), gejalanya baru seperti gejala DM TIpe I. Selain itu, selama ini orang sering menganggap bahwa DM TIpe II hanya diderita orang-orang lanjut usia. Padahal, kini sudah terbukti penyakit ini sudah menghinggapi kalangan muda, bahkan anak-anak!
JAGA ANAK-ANAK ANDA
Obesitas atau kegemukan dan perubahan gaya hidup, menurut dr. Bambang memang jadi problem tersendiri. Empat dari lima penderita DM Tipe II ternyata memiliki kelebihan berat badan.
Pada anak-anak, kasus obesitas mengakibatkan diabetes belum banyak terdata. Tapi penelitian FKUI dan FK Universitas Padjadjaran (2001), terhadap kalangan remaja (SMP dan SMU) yang digolongkan obesitas di Bandung dan Bogor bisa jadi cerminan. Penelitian ini menunjukkan sekitas 8% dari mereka yang kelebihan berat badan itu mengalami gangguan toleransi glukosa. "Keadaan ini belum menunjukkan gejala DM. Tapi tinggal selangkah lagi menuju DM, jika tidak memperbaiki gaya hidup," ujar Bambang.
Apalagi, penelitian diluar negeri menunjukkan, 80% anak remaja yang obesitas cenderung menjadi orang dewasa yang obesitas pula. Sedangkan pada anak-anak penderita obesitas, sekitar 30%-40% nya menjelma jadi orang dewasa yang juga obesitas. Akibatnya, diabetes pun makin mudah datang.
Celakanya, anak-anak berbadan gemuk ternyata masih menjadi dambaan para orang tua. Anak doyan makan dianggap sebagai ukuran kesuksesan menjadi orang tua. Padahal, disisi lain, gaya hidup perkotaan yang cenderung tidak sehat juga mulai mengepung anak-anak.
 |
kid with sweets |
Coba lihat menu makan mereka sehari-hari. Menurut dr.Bambang, anak-anak masa kini jarang sekali mengonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Fast food alias makanan cepat saji lebih menjadi favorit mereka. Padahal, makanan seperti ini mengandung lemak tinggi. Ambil contoh, setangkup burger mengadung 440-650 kalori,sekantong french fries sekitar 400 kalori, sepotong pizza sekitar 200-250 kalori. Belum lagi minuman manis yang kerap mengiringi, seperti soft drink atau minuman manis lainnya. Sayur, ikan, atau buah menjadi pilihan terakhir anak-anak. Kesibukan di sekolah juga membuat anak-anak menjadi terlalu lelah bermain yang banyak mengeluarkan energi, seperti main petak umpet atau main sepeda. Mereka lebih memilih menonton TV dirumah, main komputer atau play station yang relatif hanya duduk dan menggerakkan jari-jari tangan. Di akhir pekan, boro-boro berolahraga. Anak-anak sekarang tampaknya lebih suka pergi ke mall, untuk main game dan lagi-lagi makan fast food.
 |
No fast food |
Sebagai orang tua mungkin anda khawatir juga melihat gaya hidup dan pola anak-anak anda. Namun, kesibukan bekerja membuat anda sendiri kerepotan kalau harus menyajikan sendiri makanan bergizi bagi mereka. Alhasil, makanan beku seperti nugget, menjadi pilihan praktis. Apalagi makanan semacam ini disukai anak-anak. Atau yang lebih gampang lagi, anak-anak cukup diberi uang makan, dan mereka bebas makan apa saja diluar. "Di Amerika Serikat, warga keturunan Afro-Amerika dan Latin justru banyak memiliki anak obesitas. Sehari-hari mereka harus bekerja keras dan tak sempat memperhatikan pola makan dan gerak fisik anak-anak mereka," ungkap dr. Bambang.
Hingga saat ini tambah Bambang, obesitas yang mengakibatkan diabetes pada anak-anak memang belum banyak terjadi di Indonesia. Tapi bisa jadi akibat kasusnya tidak terdata. Sebab banyak orang tuabaru khawatir jika mulai terlihat kelainan-kelainan tertentu pada anak-anak mereka yang menderita obesitas, misalnya penisnya kecil, sering tersengal-sengal, atau keluar keringat terlalu banyak. Padahal jika berat badan anak anda mencapai 100 kg lebih, diperkirakan tak lebih dari 3 tahun kemudian, diabetes timbul. Sedikit dibawah angka tersebut, jika tak diperbaiki sejak dini diperkirakan sekitar 15-20 tahun mendatang, si kecil menderita diabetes. "Pada saat itu, mereka mestinya sedang bagus-bagusnya menapak karier. Sayang kan, jika prestasi kerja mereka terganggu gara-gara diabetes. Apalgi biaya pengobatan diabetes itu mahal, paling tidak Rp 500.000 setiap bulan," ujar dr. Bambang.
 |
Ajari anak makan sayuran |
Nah, agar anak anda terhindar dari obesitas yang mengakibatkan diabetes, berikut ini beberapa saran mencegahnya:
- Kembali pada menu 4 sehat 5 sempurna. Berilah pilihan menu, sehingga anak tidak bosan dan terpaksa memakan masakan anda.
- Berikan anak-anak bekal sekolah yang sehat
- Ajarkan menghitung kalori sejak dini. Hingga usia 12 tahun, bisa dipakai rumus: 1.000 + (umur x 100) kalori. Jadi jika usianya 10 tahun, kebutuhan kalorinya 1.000+ (10x100) = 1.100 kalori. Komposisi lemak tidak boleh lebih dari 30% dari total kalori, karbohidrat 50%-60% dan sisanya protein dan vitamin.
- Beri pengetahuan kandungan nutrisi kepada anak-anak, terutama fast food. Sehingga mereka mau menghindari makanan ini.
- Terapkan rutin berolahraga. Misalnya jalan pagi bersama. Kalaupun pergi ke mall, usahakan naik tangga, bukan elevator.
- Sediakan camilan bergizi
- Biasakan makan teratur, yaitu tiga kali makan besar (pagi, siang dan malam), dan diantaranya (pukul 10 dan pukul 15), makan kecil. Untuk anak-anak, makan kecil bisa es krim, roti atau buah
- Jadilah role model bagi anak-anak. Tak mungkin mereka bersedia bergaya hidup sehat, jika ayah-ibunya berlaku sebaliknya.
 |
Ajari anak suka makan buah |
Sumber: Femina